Pilot identik dengan pesawat. Transjakarta identik dengan bus besar. Koki identik dengan makanan. Apple identik dengan perusahaan mahal. Masinis identik dengan kereta. Fotografer identik dengan karya foto. Lantas, kreator konten Kristen identik dengan apa?
Alkitab sebagai sesuatu yang signifikan, masihkah?
Sebagai kreator konten Kristen, tentu kita bergelut dengan Alkitab sebagai sumber kebenaran dari konten-konten kita. Sepertinya tidak mungkin jika seorang konten kreator mengaku sebagai “Kristen,” tetapi tidak bergelut dengan Alkitab dalam pembuatan-pembuatan kontennya.
Selain Alkitab, tentu ide-ide kekristenan (baca: teologi) sudah tak asing dalam kosakata kehidupannya. Jangan sampai lagu Juicy Luicy malah relate dengan konten kreator Kristen berkaitan relasinya dengan Alkitab.
Alkitab sebagai firman Allah adalah fondasi dan isi pemberitaan yang kita sampaikan melalaui digital ministry kita masing-masing. Tentu, pembuatan konten yang kita lakukan pun perlu melibatkan pemahaman Alkitab yang serius.
Serius di sini tidak melulu berbicara harus belajar teologi secara formal di sekolah teologi, tetapi berbicara tentang sikap hati yang tidak serampangan membuat konten Kristen. Artinya, ada pergumulan, pembelajaran, dan doa yang terus menyertai si kreator konten ketika membuat kontennya. Tujuan akhirnya adalah isi firman Tuhan yang dapat tersampaikan dengan jelas.
Selain isi firman Tuhan yang tersampaikan dengan jelas, satu hal yang perlu diperhatikan bagi kreator konten adalah dampak dari konten yang dibuatnya dalam kehidupan pribadinya. Sebab konten yang dibuat berdasarkan firman Tuhan tentu memiliki kekuatan mengubah hidup si kreator konten.
Terdampak baru berdampak
Kekuatan mengubah hidup tersebut bukan terletak pada kontennya per se, tetapi pada perjumpaan si kreator konten dengan Alkitab yang ia baca dan gumulkan selama ia membuat konten tersebut. Aku pikir ini adalah hal krusial yang perlu kita pikirin sama-sama.
Serius di sini tidak melulu berbicara harus belajar teologi secara formal di sekolah teologi, tetapi berbicara tentang sikap hati yang tidak serampangan membuat konten Kristen.
Alkitab adalah firman Allah yang hidup. “Hidup”-nya Alkitab adalah dari karya Roh Kudus yang bekerja dalam pembaca Alkitab tersebut. Jika kreator kontennya setia membaca Alkitab (dan seharusnya begitu), maka ada karya Roh Kudus di dalamnya yang dapat mengubah kehidupan pribadi si kreator konten. Nah, masalahnya seringkali konsep ini terabaikan dalam kehidupan kreator konten Kristen. Seolah-olah konten yang dibuatnya hanya semata untuk netizen budiman, bukan buat dirinya juga.
Keresahan ini sebenarnya juga menjadi bahan refleksi buatku secara pribadi juga. Aku tidak imun dari pengabaian yang sama. Malahan, dengan bersekolah teologi, aku makin betah untuk abai. Toh, aku juga belajar teologi, aku udah tau banyak! Cilaka!
Nah guys, sudahkah kita merefleksikan pentingnya kehidupan yang diubahkan melalui pembacaan firman Tuhan yang kita lakukan setiap kali membuat konten Kristen? Atau kita malah tidak pernah membaca Alkitab? Melalui artikel singkat ini, yuk minta pertolongan Roh Kudus untuk mengubahkan hidup kita melalui Alkitab yang kita baca dan konten-konten yang kita buat.