Andaikan kamu seorang tukang paket. Kamu ingin membawa paket terakhir di hari itu yang perlu kamu bawa. Ketika sampai ke rumah tujuan paket tersebut, kamu dengan semangat bersuara, “Pakeettt!!!” Beberapa kali kamu berteriak tidak ada respons dari rumah.
Kamu berteriak lagi, “Pakettt!!” Berteriak lagi, lagi, dan lagi. Namun, tidak ada respons. Padahal, ini adalah paket terakhirmu. Paket yang menjadi penentu apakah kamu mendapat bonus atau tidak. Kira-kira apa responsmu di tengah kondisi demikian? Frustrasi. Respons normalnya adalah frustrasi. “Argghhh… Kok ga dibuka-buka sih pintunya? Kok ga ada respons?”
Frustrasi
Nuansa frustrasi ini juga aku tangkap dalam pembicaraan hari ini. Hari ini, aku berkesempatan untuk ngobrol dengan beberapa siswa di sekolah yang aku layani. Pembicaraan kali ini mendorongku untuk menulis ke catatan blog pribadiku. Pembicaraan yang menggugah di tengah waktu yang tidak kuduga. Apa yang dibicarakan?
Anak ini mengungkapkan pergumulannya tentang doa yang ia rasa tidak dijawab Tuhan. Ia tahu kalau doa bisa saja dijawab ya, tidak, atau nanti. Hanya saja, dia merasa sudah lama ia berdoa, tetapi sepertinya Tuhan tidak menjawab. Ia terlihat frustrasi. Pertanyaan seperti ini adalah pergumulan nyata dalam hidup seorang Kristen. Lalu, apa jawabku?
Aku tidak tahu. Aku tidak tahu kenapa Tuhan belum menjawab doa anak ini. Aku tidak tahu kenapa Tuhan mengizinkan situasi tidak mengenakkan terjadi dalam hidup anak ini. Mendengar hal seperti ini pun menggetarkan hatiku. Sebab, aku juga mempertanyakan hal ini!
Aku benar-benar terbatas. Anak yang bertanya ini pun terbatas. Kenyataannya, kita semua terbatas. Namun, aku sadar bahwa keterbatasan kita untuk jawaban Tuhan dalam doa kita membawa kita pada satu hal: anugerah Allah.
Dari pertanyaan ini, aku teringat kisah Paulus di 2 Korintus 12:7-10. Paulus juga sama seperti kita, dia berdoa. Menariknya, sang rasul besar kekristenan ini juga tidak dijawab doanya oleh Allah sesuai keinginannya. Paulus ingin duri dalam daging yang ia doakan untuk diangkat. Namun, Allah tidak menjawab doa Paulus sesuai dengan keinginannya. Tuhan tetap membiarkan duri dalam daging itu dan meyakinkan Paulus kembali akan anugerah-Nya yang cukup.
Anugerah
Anugerah Allah itu cukup ternyata adalah jawaban dari segala doa, entah itu dijawab sesuai keinginan kita atau tidak. Satu hal yang tidak berubah dari Allah, terlepas apa jawaban Dia atas doa-doa kita, adalah anugerah-Nya yang tidak pernah berubah.
Apa artinya “anugerah Allah cukup”? Bagiku, itu berarti kita tetap diberi kekuatan untuk hidup dan berharap. Berharap pada Allah berdasarkan kebenaran Alkitab. Berharap bahwa seruan kita tidak pernah sia-sia di hadapan-Nya.
Anugerah yang cukup itu dinyatakan dalam kelemahan kita. Kalau tidak ada pergumulan, kalau semua doa kita dijawab instan sesuai keinginan kita, kapan kita bisa memuji kebesaran Allah? Kecuali, kita memuji Dia sebagai jin pemberi apa yang kita inginkan.
Dia bukan jin teko seperti di film-film, Dia adalah Allah yang penuh hikmat. Dalam kekekalan, Allah memahami secara detil hidup kita. Mungkin, ketika doaku dan doamu belum dijawab oleh-Nya, inilah waktunya untuk tetap beriman kepada-Nya. So, teruslah berseru kepada Tuhan.