Akhir-akhir ini banyak kegaduhan terjadi di negeri tercinta, Konoha. Konoha? Bukannya itu negeri fiksi Masashi Kishimoto yang dikisahkan memiliki 7 hokage? Namun, begitulah khalayak internet menyebutnya. Mungkin mereka takut untuk menyebut namanya secara langsung. Sudahlah.
Salah satu yang ramai adalah gambar “Peringatan Darurat” di media sosial. Ilustrasi visual ini ingin membawa kita pada satu topik yang ramai dibahas para pejabat di ruangan ber-AC itu. Betul! RUU Pilkada. Peraturan Pilkada yang sudah ditafsirkan dengan baik oleh Mahkamah Konstitusi hendak ditafsir ulang. Mungkin, ingin seperti kaum revisionis yang ingin menafsir kembali Alkitab. Sudahlah.
Tentu, isu ini membawa massa besar untuk menyampaikan aspirasi yang berbeda dari para pejabat itu. Walaupun demikian, banyak berita yang menunjukkan adanya aksi represif berlebihan aparat penegak hukum. Memang tidak semua aparat penegak hukum berlaku demikian. Namun, sudah sering berita seperti ini terdengar. Sudahlah.
Dalam kondisi yang demikian, aku mendapat kesempatan untuk membawakan khotbah di Komisi Pemuda GKI Samanhudi tentang kepatuhan terhadap pemerintah. Ayatnya dari Roma 13:1-7. Membawakan ayat ini membuatku yang dulu sering urung diam melihat kondisi negeri Konoha menjadi celik. Mau tidak mau, agar bahan khotbah bisa terkumpul, aku harus membaca berita-berita yang ada.
Baca Juga: Memaknai Waktu, Mencintai Proses
Bersyukur GKI Samanhudi juga membuat Pendalaman Alkitab (PA) daring tentang isu ini bersama Pdt. Darwin Darmawan. Tulisan ini banyak terinspirasi dari penjelasan beliau. Namun, pertanyaannya tetap pelik, “Bagaimana saya bisa taat kepada pemerintah yang ‘kayak begini’?”
Setidaknya jawabanku berpusat pada pernyataan ini, “Tunduk, tapi tidak takluk pada pemerintahan dunia.” Apa maksudnya?
1. Tunduk karena Allah Trinitas tidak lepas tangan
Roma 13 dimulai dengan kedaulatan Allah atas semua pemerintahan dunia (ay. 1). Dalam konteks aslinya, Paulus hendak menasihati orang-orang ekstrem yang “anti-pemerintah.” Tentu, banyak dari kita tidak demikian. Kalau pun ada, ya sekarang bertobatlah.
Lalu, apa hubungan kedaulatan Allah dengan kondisi pemerintah saat ini yang sedang tidak baik-baik saja? Jika Allah berdaulat menetapkan pemerintahan dunia, termasuk pemerintahan negeri Konoha, maka sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak tunduk kepada mereka.
Jika kita taat kepada Allah, maka taatlah juga pada pemerintah yang adalah wakil Allah di dunia ini. Lagipula, pemerintah ada untuk kebaikan kita (ay. 4). Makanya ada banyak peraturan.
Maksud “tunduk” di sini dapat dinyatakan dalam ketaatan kita pada peraturan. Taat kepada hal-hal yang masih baik dari negeri ini. Jika kita berpikir tidak ada yang baik dari negeri ini, maka kita tergolong ekstremis. Maka dari itu, taatlah kepada peraturan lalu lintas, tidak membuang sampah sembarangan, membayar pajak tepat waktu, atau mulai menggunakan transportasi publik.
Kadang “excuse” yang tidak dapat diterima adalah menolak semua yang dari pemerintah. Padahal, yang ada di dalam hatinya hanyalah pemberontakan dan kepentingan diri sendiri. Jika demikian, apa bedanya dengan mereka yang mengaku disumpah jabatan, tetapi tetap korup?
2. Takluk hanya kepada Allah Trinitas
Walaupun Roma 13:1-7 dengan jelas menunjukkan kepada kita bahwa kepatuhan pada pemerintah adalah sebuah Christian virtue, itu bukan tanpa ketentuan. Artinya, tidak ada ketundukan buta dalam benak Paulus secara khusus, dan seluruh penulis Perjanjian Baru secara umum.
“When they order us to do something incompatible with our allegiance to God, our higher authority, we must, as Peter and John put it, 'obey God rather than men' (Acts 5:29).”
Douglas J. Moo
Dalam Kisah Para Rasul 5:29, Petrus dan Yohanes berkata, “… Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia.” Ketika pemerintah dunia melawan kehendak Allah dalam pewahyuan Alkitab, maka orang Kristen perlu menyuarakan kebenaran dan memilih melakukan kehendak Allah.
Maka benar jika kita “tunduk,” tetapi tidak “takluk.” Sebab menurut KBBI, takluk berarti, “mengaku kalah dan mengakui kekuasaan pihak yang dianggap menang; menyerah kalah kepada.” Orang Kristen tidak boleh menyerah melawan ketidakadilan. Kita hanya bisa takluk sepenuh-penuhnya pada Kristus, Tuhan kita.
Baca Juga: Independensi yang (Ternyata) Omong Kosong
Jika ada yang salah dari negeri ini, suarakan. Jika ada yang salah dari negeri ini, doakan! Jangan berdiam. Kenyataan bahwa Allah Trinitas itu berdaulat membuat kita punya pengharapan di tengah kondisi negara yang tidak baik-baik saja.
“But implicit always in the idea of submission is the need to recognize that God is at the pinnacle of any hierarchy. While not always explicit, Paul assumes that one’s ultimate submission must be to God and that no human being can ever stand as the ultimate authority for a believer.”
Douglas J. Moo
Bukankah Kristus, Tuhan kita itu juga dihukum oleh pemerintah yang bengis? Pemerintah yang bengis dan buruk itu menyalibkan Kristus dalam kemanusiaan-Nya sampai mati. Namun, kebengisan pemerintah saat itu gagal total menghalau rencana Bapa untuk menyelamatkan manusia berdosa. Kristus bangkit, Roh Kudus diutus. Hari ini, gereja berdiri di atas iman kepada orang yang dihukum oleh pemerintahan Romawi yang jahat itu.
Artinya apa? Pemerintahan yang jahat tidak akan pernah menggagalkan rencana Allah yang berdaulat. Maka, lilin pengharapan pun tidak padam bagi kita yang percaya. Jangan berhenti menyuarakan kebenaran dan doa kita. Sebab, Allah yang memegang kendali bukanlah Allah yang tidak dapat membangkitkan manusia dari kematian. Dia adalah Allah yang berdaulat.
Pada akhirnya, kita berusaha hidup dalam keseimbangan. Hidup di antara dua ekstrem “anti-pemerintah” atau “tunduk buta kepada pemerintah.” Hal demikian tentu tidak mudah. Maka marilah tujukan mata kita pada Dia. Tepatlah kata Pdt. Darwin untuk kita realistis, kritis, dan berpengharapan dalam menanggapi isu-isu kenegaraan yang ada. Kiranya Allah Tritunggal menolong kita.